BLOGGER TEMPLATES AND Gaia Layouts »

Rabu, 13 Oktober 2010

Kejujuran Kunci Utama Luruskan Kinerja PSSI


“Gong” perubahan yang saat ini dikumandangkan beberapa stakeholder sepakbola nasional bagai bola api yang terus menggelinding mengiringi perjalanan PSSI, di bawah kendali ketua umum Nurdin Halid. 

Tak heran, jika pada setiap momen ada saja letupan amarah yang disampaikan dengan tuntutan agar orang nomor satu di organisasi sepakbola nasional itu mundur. Salah satunya terjadi saat timnas Indonesia dibantai Uruguay dengan skor 7-1 pada laga ujicoba di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (8/10) silam.
Gemuruh penonton begitu sahut-sahutan meneriakkan yel-yel Nurdin mundur.. Nurdin mundur.. Tapi apa yang terjadi, pria asal Makassar itu sama sekali tidak menggubris sorakan penonton, meski kala itu turut hadir Presiden SBY yang tampak kecewa dengan kekalahan memalukan tersebut.

Nurdin bahkan dengan tetap semangat menyuarakan tekad untuk terus membenahi timnas, agar grafik penampilan Markus Haris Maulana dkk bisa terus meningkat, hingga tampil memuaskan di ajang Piala AFF nanti sebagai sasaran utama. Ia pun berdalih, lawan yang dihadapi memang tidak sepadan, karena merupakan semi-finalis Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Singkat kata, dengan menggunakan ‘seribu jurus’, Nurdin berupaya mempertahankan tahtanya yang ia duduki selama kurun waktu hampir sepuluh tahun terakhir, meski dengan mendapat tekanan bertubi-tubi dari berbagai kalangan yang tidak lagi menginginkan kepemimpinannya, termasuk dari pemerintah.

Salah satunya dengan upaya menggelar Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang semula digadang-gadang sebagai ajang ‘pembantaian’ Nurdin Halid cs. Maklum saja karena pertemuan yang menguras dana miliaran rupiah uang rakyat tersebut dihadiri seluruhstakeholder sepakbola nasional.

Tapi apa yang terjadi, pria yang dalam beberapa kesempatan selalu menjuluki dirinya sebagai ‘pelaut ulung’ ini malah balik bertepuk dada. Aling-aling turun dari jabatan, Nurdin justru lancarkan serangan balik kepada pemerintah dengan menuding bahwa keterpurukan prestasi sepakbola nasional akibat buruknya fasilitas lapangan yang ada di tanah air, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan pesepakbola berkualitas.

Manuver Nurdin Halid tidak cukup sampai di situ. Dalam kesempatan bertemu dengan Komisi X DPR RI, Selasa (5/10) lalu, pihaknya mengajukan proposal dana yang cukup fantastis sebesar Rp1,5 triliun. 

Dari total anggaran tersebut, Rp50 miliar digunakan membiayai operasional persiapan timnas U-23. Hal ini dilakukan merujuk pada rekomendasi KSN yang menyebutkan pemerintah harus menyediakan anggaran untuk mendukung prestasi sepakbola nasional.

Melihat realita yang terjadi, jelas posisi tawar seorang Nurdin untuk tetap menduduki jabatannya tetap kuat. Terlebih karena hanya sebagian kecil dari pelaku sepakbola nasional dalam hal ini klub, yang merupakan pemilik hak suara dalam kongres PSSI, yang berani menyuarakan perubahan.

Ini sangat wajar, karena pengurus klub-klub tadi memang selama ini tidak jujur terhadap kinerja yang dilakukan dengan selalu meminta ‘bantuan’ kepada PSSI. Terutama dalam hal memperoleh kemenangan di hadapan publik sendiri, agar tidak sampai dipermalukan.

Pasalnya, karena mereka sudah menghambur-hamburkan dana APBD dengan melakukan pembelian pemain yang tidak jelas asal usulnya. Terutama untuk pemain asing yang justru menyedot dana rakyat paling besar.

“Maka dari itu, kunci untuk melakukan perubahan di PSSI cuma ada satu, yakni kejujuran semua pihak tidak terkecuali. Semua klub maupun pengurus PSSI wajib jujur, sehingga tidak lagi mengulangi kesalahan yang selama ini mereka telah lakukan,” sungut salah seorang wartawan senior dari koran tertua di tanah air, dalam perbincangan dengan GOAL.com beberapa hari lalu.

“Mestinya semua bisa menjalani sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing, sehingga tidak ada lagi 'permintaan' yang aneh-aneh kepada PSSI dan sebaliknya, yang membuat posisi tawar bagi klub lemah. Dengan begitu, sulit bagi klub untuk menuntut apa pun, sehingga dipaksa menerima apa adanya.”

Apa yang dikatakan wartawan olahraga senior tadi memang benar. Sebab, siapa pun nantinya yang tampil menggantikan posisi Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI, jika pola yang dilakukan masih sama, bisa dijamin prestasi sepakbola nasional sulit untuk bangkit dari keterpurukan dan tetap akan jalan di tempat.         

Apalagi sekiranya rumor yang santer beredar di kalangan wartawan bahwa juara kompetisi di tanah air itu dibagi-bagi alias dijatah, tergantung dengan negosiasi antara klub yang ingin juara dengan PSSI, benar adanya.  

Hal ini merujuk pada realita yang terjadi, juara musim ini besoknya degradasi. Maklum, kejadian seperti ini hanya terjadi di Indonesia dan tidak hanya dialami satu klub. Persebaya Surabaya, PSIS Semarang, Persik Kediri, adalah klub-klub yang pernah mengalami kejadian seperti itu.

Akankah kejujuran bisa dihadirkan di pentas sepakbola nasional seiring dengan keinginan melakukan perubahan? Bukan pekerjaan mudah memang. Apalagi dengan masuknya ranah politik di sepakbola seiring dengan berubahnya kebijakan politik di tanah air, terutama dalam mekanisme pemilihan kepala daerah. 

Tapi kalau tidak sekarang, lalu kapan akan berubah? Semua tergantung kesadaran para pelaku sepakbola nasional. Bagaimana pun, merekalah yang menjadi kunci terjadinya perubahan demi meluruskan kinerja PSSI. Sebab, untuk menunggu perubahan itu datang dari otoritas sepakbola nasional, bisa dipastikan sangat mustahil bisa terjadi.

Seperti kata Yesayas Oktavianus, wartawan senior dari harian terkemuka di tanah air, dalam diskusi nasional bertajuk "Sepakbola Indonesia: Reformasi atau Tertinggal", beberapa hari lalu di Jakarta, PSSI bisa menjadi no body selama tidak mendapat dukungan, tapi sebaliknya akan menjadi somebody apabila terus mendapat dukungan dari klub selakustakeholder sepakbola nasional.

Source: goal.com    

0 comments: